MATEMATIKA

Minggu, 09 Februari 2014

Kita dan Rindu



Kita adalah sebuah perjalanan, entah itu berapa lama kita akan singgah untuk bersama.

Ada dua arah yang kita lalui, kau disana aku disini.


Kita adalah sebuah harapan, tentang bagaimana mengendalikan waktu

Waktu yang terasa lambat karena rindu

Waktu yang terasa berhenti tentang kamu

Waktu yang selalu diam jika kutanya "kapan ia pulang"

Waktu yang menjawab kau kembali


Kita yang menciptakan kerinduan

Tentram dalam keramaian, gaduh saat hening.

Kita adalah kesempatan

Menciptakan kebersamaan saat terpisah

Mengharapkan kebersamaan menjadi abadi


Rindu adalah anugerah

Karena kita yang menciptakan

Jauh dan terpisah, mendoakan dalam diam


Dan kau yang kumaksud dari semuanya


Biarkan waktu yang menjadi obat

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Bahasa dan Matematika: Pengalaman Observasi di Kelas PMRI
(Oleh: Tatag Yuli Eko Siswono, Guru SD Lab UNESA)

            Bahasa merupakan sarana yang penting untuk mempelajari matematika. Seorang siswa akan lebih mudah mempelajari matematika jika informasi yang disampaikan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Bahkan mungkin saja siswa yang sedang belajar matematika dapat sekaligus belajar bahasa. Contohnya ketika siswa kelas 1 MIN Jambangan, Surabaya belajar penjumlahan 4 angka.     Pada awal pembelajaran guru mengulangi pelajaran sebelumnya. Guru meminta siswa  menjawab soal yang diberikan, yaitu berupa penjumlahan 4 angka. Siswa yang akan menjawab harus mengangkat tangan dan membisikkan   jawabannya kepada guru. Kegiatan siswa diminta untuk membuat cerita yang berkaitan dengan penjumlahan kemudian mempresentasikannya di depan kelas.
            Salah siswa yang mempresetasikan cerita adalah ulfah. Ulfah bercerita bahwa ibu datang dari desa membawa  5 buah jeruk, bapak membawa 4 jeruk, nenek membawa 6 buah pepaya dan kakek membawa 7 buah mangga. Ada berapa buah semuanya? 5+4+6+7=22.
            Setelah kegiatan ini selesai, guru memberikan tugas untuk menuliskan cerita yang telah diceritakan di kelas atau cerita lain yang berhubungan dengan penjumlahan. Pada hari berikutnya siswa diminta untuk membacakannya di depan kelas. 
            Metode pembelajaran seperti ini melatih siswa untuk disiplin, berpikir kreatif dan kritis. Jika dikaitkan dengan bahasa indonesia, tugas yang diberikan merupakan latihan mengarang, menulis dan membaca.
            Pembelajaran seperti ini menunujukkan  bahwa PMRI dapat mengintegrasikan matematika dengan bahasa indonesia. Langkah seperti inimerupkan contoh penerapan Kompetensi Lintas Kurrikulum dalam kurikulum berbasis kompetensi, yaitu kompetensi menggunkan bahasa untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi serta berrinteraksi dengan orang lain.



Mampukah Kita Menjadi Guru (Matematika) SD Yang Efektif ?
(Oleh : Neny Rahmawati S.Pd , guru SDPN Sabang dan Mahasiswa PascaSarjana UPI)

Sebagai seorang guru, tentulah pernah muncul pertanyaan “Mampukah Kita Menjadi Guru (Matematika) SD Yang Efektif?” . Pertanyaan yang belum bisa terjawab, apalagi untuk menerapkan dalam tugas keseharian sebagai pengajar di lembaga pendidikan Sekolah Dasar. Pertanyaan ini muncul akibat perasaan mengganjal dalam benak guru. Guru cukup taat saat melaksanakan tuga mengajarnya. Namun, terbesit pertanyaan, apakah siswa merasa senang belajar matematika seperti ini? apakah mereka bosan dengan cara pengajaran seperti ini? Apakah siswa termotivasi untuk lebih giat mempelajari matematika?
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam perkembangan matematika adalah hakikat ilmu pengetahuan, hakikat matematika, karakteristik anak, dan hakikat belajar mengajar. Implikasinya terhadap pembelajaran matematika di SD haruslah:
·         Memberikan kesempatan kepada siswa menemukan kembali konsep – konsep matematika dibawah bimbingan guru
·         - Tidak lagi diajarkan secara mekanistik
·         - Dapat disajikan sedemikian rupa sehingga siswa membangun sendiri gagasannya tenatng konsep
·         - Disajikan daalm konsep “kehidupan” anak
·         - Memunculkan aktivitas siswa seperti berinteraksi dengan siswa
      -  Menyajikan evaluasi dalam bentuk pertanyaan terbuka
Kesimpulannya, penulis mengajak para guru untuk optimis melakukan perubahan pembelajaran matematika. Janganlah memasung keinginan siswa yang hanya menjadi operator buku paket, akan lebih baik  jika mengembalikan fitrah siswa yang memilik kesempatan berimajinasi dan rasa ingin tahu yang tinggi. Bebagai cara dapat dikembangkan diantaranya banyak membaca referensi yang membahas perkembangan pembelajaran matematika khusunya SD, diskusi dengan sesame guru, atau dapat melakuakn studi banding ke sekolah – sekolah yang terlibat dalam proyek pengembangan PMRI.
Ingatlah “lebih baik buat satu perubahan daripada tidak sama sekali”
                                   


Pengalaman Pada Uji-coba PMRI Di MIN Kota Bandung
(Oleh : Onis Aisyah, S.Pd.I, Guru MIN Cicendo Bandung)

Untuk menerapkan sesuatu yang baru terhadap siswa tidaklah mudah seperti membalikkan kedua telapak tangan. Ibu Onis mencoba mengaplikasikan salah satu pendekatan yang memberikan nuansa baru dalam pembelajaran matematika di sekolahnya yaitu melalui pendekatan PMRI. Pendekatan PMRI adalah salah satu pendekatan yang dikembangkan untuk semakin mendekatkan siswa dengan matematika. Saat pertama kali menerapkan pendekatan tersebut, Ibu Onis mendapatkan beberapa hambatan dan kendala yang dihadapi. Sebagai contoh, ketika anak disuruh untuk bercerita didepan kelas atau mengemukakan pendapat yang berbeda dengan yang lain, para murid masih merasa kesulitan. Namun Ibu Onis menyadari bahwa semua itu membutuhkan bimbingan dan pembiasaan.
Terlepas dari hambatan dan kendala yang dihadapi, Ibu Onis dalam uji-cobanya mendapatkan hal yang menyenangkan hatinya, yaitu ketika mengajarkan pengurangan. Pembelajaran dimulai dengan sebuah cerita dan pada kesimpulannya melibatkan angka dan operasi pengurangan sebagai berikut : 23 – 8  = …. , dari pertanyaan tersebut muncul beberapa jawaban dan cara yang dikemukakan oleh siswa. Ada siswa yang menggunakan sempoa untuk melakukan pengurangan, ada juga yang membilang secara mundur, menggunakan lembar buku untuk menghitung, mencari halaman 23 lalu membuka mundur 8 halaman sehingga diperoleh angka 15, ada siswa yang menggunakan pengurangan bersusun kebawah dengan meminjam sepuluh dari angka puluhan untuk ditambah keangka satuannya dan ada pula siswa yang menghitung dengan menyusun ke bawah tanpa meminjam 10, seperti :
23         { 3 + 5 = 8, 8 – 8 = kosong } { 20 – 5 = 15 }
_  8__ _
   15
Penemuan-penemuan seperti itu sempat mengagetkan Ibu Onis, padahal sebelumnya tidak terpikir bahwa mereka akan menemukan cara-cara seperti yang mereka kemukakan. Ibu Onis juga mengatakan bahwa dari uji-coba PMRI yang telah dilaksanakan terasa begitu banyak perubahan dalam pembelajaran matematika. Siswa mulai berani mengemukakan pendapat meskipun dalam bahasa yang sederhana dan menghargai perbedaan pendapat. Dan siswa mulai senang belajar matematika.

Ditulis kembali oleh : (Dessy Rahmawati, Annisa Rohmah, Faridatul Lail)

Sumber : Buletin PMRI Edisi IV-April 2004